Shanty Alda Nathalia Peringatkan Potensi Kerugian Negara Akibat Selisih Kadar Nikel
Anggota Komisi XII DPR RI, Shanty Alda Nathalia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi XII DPR RI dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM dan Dirut PT Weda Bay Industrial Park, di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024). Foto : Tari/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XII DPR RI, Shanty Alda Nathalia, menyoroti pentingnya integrasi antara PT Weda Bay Nickel dan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park dalam pengelolaan nikel di Maluku Utara. Menurutnya, integrasi tersebut tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, tetapi juga memastikan keadilan dan transparansi dalam pengukuran kadar nikel bagi setiap penambang.
“Integrasi ini bukan hanya soal jumlah 40% pasokan yang berasal dari Weda Bay, tetapi lebih tentang memastikan bahwa setiap penambang menerima pembayaran yang tepat berdasarkan hasil pengujian yang akurat,” ungkap Shanty dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi XII DPR RI dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM dan Dirut PT Weda Bay Industrial Park, di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Legislator dari Fraksi PDI-Perjuangan ini menyoroti adanya perbedaan kadar nikel antara pengujian di lokasi pemuatan (loading port) dan pabrik penambang, yang seringkali mencapai 0,03%, 0,05%, atau bahkan 0,1%. Selisih kadar ini, menurut Shanty, berdampak signifikan terhadap pembayaran yang diterima penambang serta pendapatan negara dari pajak royalti BNBP sebesar 10%.
“Kami khawatir bahwa perbedaan kadar ini dapat menyebabkan kerugian negara. Karena itu, perlu adanya pengawasan yang ketat dan kerja sama antara pemerintah, PT Weda Bay, dan PT IWIP untuk menjamin bahwa setiap penambang menerima pembayaran yang adil dan transparan,” tegasnya.
Shanty, yang merupakan legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX, juga menyampaikan bahwa Komisi XII DPR RI berencana melakukan investigasi lebih lanjut terkait kasus hilirisasi nikel di Maluku Utara. Ia berharap pihak pabrik penambang dapat menjelaskan penggunaan surveyor yang terbatas untuk mengukur kadar nikel dan penyebab perbedaan kadar tersebut.
“Kami berharap agar pabrik penambang menjelaskan ini secara jelas dan memberikan pencerahan tentang penyebab perbedaan kadar yang sering diamati,” pungkas Shanty. Adapun komisi XII berkomitmen untuk mendukung kebijakan integrasi dan transparansi yang inklusif serta berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam di Maluku Utara. (mri,kri/aha)